Seorang teman selalu mengeluh. Dia bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 9 malem, bahkan di hari Sabtu. Untuk bisa sampai di kantor jam 8, ia harus berangkat jam 6 pagi. Memang, pendapatannya besar. Asuransi dan tunjangannya juga tinggi.
Namun, ia merasa lelah. Ia tak punya waktu untuk keluarga dan teman. Di hari libur, ia hanya bisa tidur, karena sudah amat lelah. Ia merasa tak berguna, karena hidup hanya menjadi budak korporat.
Ada juga teman lain yang mengeluh. Karena lelah bekerja pada orang lain, ia mulai membangun usahanya sendiri. Namun, iklim usaha sedang tak bagus. Keuntungan merosot, bahkan beberapa kali harus menelan kerugian.
Terkadang, ia merasa menyesal telah meninggalkan dunia kerja. Dunia usaha penuh dengan ketidakpastian. Kadang untung, kadang buntung. Ia pun, seringkali, merasa tak berguna.
Seorang teman lain tak punya pekerjaan. Ia menghabiskan waktu di depan komputer. Terkadang, ia keluar hanya untuk sekedar beli makan. Ia sudah lama pengangguran, dan sudah putus asa di dalam mencari pekerjaan.
Untuk membangun usaha, ia tak punya modal, atau jaminan untuk pinjaman bank. Keluarganya juga enggan memberikan pinjaman uang. Akhirnya, ia hanya bisa berpasrah. Seringkali, ia merasa ingin bunuh diri, karena merasa tak lagi berguna.
Tak Berguna
Jadi, apapun yang kita lakukan, kita akan selalu merasa tak berguna? Bahkan, aktivis yang memberikan hidupnya untuk menolong orang lain pun seringkali merasa tak berguna. Mereka merasa tak mampu membuat perubahan yang cukup besar untuk memperbaiki keadaan. Sebenarnya, apa maksud “berguna” dalam konteks ini?
Berguna berarti menghasilkan uang yang cukup. Berguna berarti punya waktu dan tenaga untuk menikmati uang tersebut bersama keluarga dan teman. Berguna berarti bisa mempengaruhi kebijakan nasional dengan uang dan kekuasaan yang ada. Pandangan semacam inilah yang tersebar luas di masyarakat kita.
Pandangan ini sangat tidak alamiah. Ia diciptakan oleh suatu ideologi tertentu, yakni ideologi modernitas yang melahirkan kapitalisme modern dan mental materialistik. Modernitas kental dengan ciri kemajuan fisik yang ingin terus dicapai. Buahnya adalah kapitalisme modern, yakni hidup yang diisi dengan penumpukan keuntungan ekonomis tanpa batas. Tak heran, manusia modern menjadi manusia mata duitan, alias matre.
Segalanya diukur dengan uang, mulai dari cinta, persahabatan sampai dengan hubungan dengan tuhan. Ditempatkan pada konteks yang tepat, pandangan ini bisa melahirkan kesejahteraan. Masyarakat yang menolak perkembangan ekonomi akan jatuh ke dalam kemiskinan. Namun, ketika terlalu kuat, pandangan modernitas (kapitalisme dan materialisme) ini akan merusak hidup manusia. Perasaan tak berguna yang akut dan tersebar luas inilah salah satu tandanya.
Sudah Berguna
Jika dilihat lebih jeli, keberadaan kita sudah berguna secara alamiah. Setiap detiknya, kita mengeluarkan karbondioksida yang diserap oleh tumbuhan untuk mempertahankan keberadaan mereka. Setiap detiknya, tubuh kita sudah menjadi rumah bagi jutaan bakteri dan berbagai organisme lainnya. Tidak hanya itu, bahkan feses kita pun menjadi pupuk yang berharga bagi tumbuhan.
Ketika kita tersenyum, kita sudah memberikan kebahagiaan di sekitar kita. Ketika kita bersedia mendengarkan teman yang berbicara, kita sudah melepaskan mereka sesaat dari kesepian. Intinya, keberadaan kita sudah selalu berguna, lepas dari kita sadar atau tidak. Inilah fakta kesalingterkaitan dari segala sesuatu di dalam kehidupan ini.
Konsep “berguna” ala kapitalisme dan materialisme modern jelas adalah paham yang sesat. Ia menciptakan penderitaan sia-sia bagi kehidupan manusia. Paham ini juga mendorong orang menjadi pahlawan kesiangan. Mereka adalah orang-orang yang terjun ke politik untuk alasan uang dan kekuasaan, namun menyembunyikannya dengan alasan-alasan luhur. Menjelang pileg dan pilpres nanti, kita dengan mudah bisa menyaksikan hadirnya pahlawan kesiangan ini.
Jadi, kita tak perlu merasa tak berguna. Itu adalah sesat berpikir yang melahirkan penderitaan sia-sia. Yang diperlukan adalah hidup dari saat ke saat dengan jernih, lalu melakukan apa yang bisa dilakukan. Jika ada orang atau hal yang perlu dibantu, maka kita membantu. Jika tidak, kita menikmati hidup ini dengan matahari yang cerah dan udara segar yang ada.
Dilansir dari : https://rumahfilsafat.com