Menanamkan citra baik dimata publik, seseorang biasanya mem-branding dirinya (personal branding) dengan berbagai cara, ada yang menampilkan apa yg telah dia kerjakan (track record), atau dengan menyuguhkan planning kedepan yang telah dia gagas lewat coretan visi misi.
Pada perspektif yang berbeda, pemahaman dan penekanan personal branding yaitu bagaimana cara para politisi tersebut mampu “memasarkan diri sendiri”. Dalam membangun branding, tentu tidak lepas dari citra politik (political brand) yang berkaitan dengan sosialisasi politik yang dibangun melalui pembelajaran langsung dari pengalaman empirik.
Membangun citra politik dan sampai dimasyarakat dengan apa yang diharapkan oleh seorang politisi bukanlah hal yang mudah dan dapat cepat dicapai. Untuk itu, ada hal yang harus dilakukan terus-menerus oleh seorang politisi yaitu komunikasi politik (political communications). Komunikasai politik disini dilihat sebagai usaha terus menerus yang dilakukan oleh seorang politisi dalam melakukan komunikasi dialogis dengan masyarakat.
Sah-sah saja karena personal brand jadi salah satu kekuatan dalam political branding.
Political branding mementingkan pemahaman terhadap citra diri terlebih dahulu, karakter , kinerja, track record prestasi dan cita-cita dan tujuan besar seseoranglah yang mampu membuat political branding jauh lebih kuat dan berpengaruh.
Nah... Jika ada momentum Pemilihan Legislatif, saya ingin mengatakan bahwa kita sebagai warga masyarakat menyikapinya secara sederhana saja, yang terpenting mereka dalam upaya meraup suara untuk suksesi di parlemen tidak merekayasa penampilan.
Pahami, akan banyak orang-orang yang tiba-tiba peduli, seseolah menjadi malaikat penolong, dengan itu mereka bisa membranding diri untuk mengelabui masyarakat, seperti teori tangan tersembunyi (The invisible hand), mereka tidak tau seberapa peduli terhadap masyarakat, yang mereka kejar hanya seberapa banyak suara rakyat yang bisa mengantarkan ke dalam kursi kekuasaan.
Dalam meraih dukungan masyarakat, maka harus dengan bermasyarakat pula, substansinya bahwa masyarakat butuh orang yang sedia mendengarkan, dan memahami, selanjutnya bagaimana menjadi penyambung, mediator, fasilitator, mampu mengimplementasikan dalam fungsi legislasi. Sejatinya politisi yang benar-benar ingin berkiprah akan terlihat bagaimana cara mendekatkan diri dengan basis akar rumput, bukan dengan pencitraan sesaat.
"Politik adalah seni halus mendapatkan suara dari orang miskin dan dana kampanye dari orang kaya, dengan menjanjikan melindungi satu dari yang lain."
Oleh: Rijwan, S.Pd (Civil Society)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar