SELAMAT DATANG DI BLOG INI ►►Semoga Bermanfaat.. Jangan Lupa di Share Agar Lebih Banyak yang Membaca.. Kunjungi Saya di Facebook dan Twitter... Terimakasih.

Minggu, 15 Juli 2018

AROGANSI KETUA DPRD LEBAK, MEMBERANGUS HAK BERDEMOKRASI

Muhammad Seftia Permana/V-Jey
Pegiat Demokrasi
Kisruh yang terjadi di Kabupaten Lebak merupakan buntut panjang dari  gerakan mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Lebak (KUMALA) setelah melakukan aksi demo di depan DPRD rabu (11/7/2018) lalu. Junaedi Ibnu Jarta, selaku ketua DPRD Lebak sekaligus pemilik akun Jun Jarta dalam komentarnya di Facebook menantang Mahasiswa KUMALA untuk datang ke gedung DPRD untuk menjelaskan atas tuduhan yang di lontarkan oleh mahasiswa pada waktu aksi, salah satu tuduhannya bahwa reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di nilai gagal menyerap aspirasi rakyat.

KUMALA yang konsisten dengan gerakan kerakyatan, langsung memenuhi panggilan dari ketua DPRD tersebut, kamis (12/7/2018) berbondong-bondong mendatangi kantor DPRD di Rangkasbitung. Ternyata yang menantang mahasiswa KUMALA tidak ada di tempat, bahkan KUMALA sempat menduduki gedung dan menyegel Kantor DPRD Lebak sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa KUMALA atas tidak konsistennya ketua DPRD Lebak. 

Informasi yang beredar bahwa setelah aksi demo dan menyegel kantor DPRD, mahasiwa KUMALA  sering mendapatkan teror oleh jawara yang di duga sebagai orang suruhan, ini terbukti dari kata-kata ancaman jawara yang menuduh aksi KUMALA ada yang menunggangi bahkan akan mengacak-acak sekretariat KUMALA.

Ada beberapa hal yang disayangkan:
1. Respon emosional Ketua DPRD Kabupaten Lebak dalam menanggapi Aksi Menyampaikan Pendapat di muka umum yang dilakukan oleh KUMALA.
 Seperti yang kita ketahui bersama, menyampaikan pendapat merupakan hak yang sekaligus kewajiban setiap warga negara dalam berproses bernegara. Terlebih, mahasiswa, sebagai sosok sentral, di pundaknya tersimpan sejuta harapan.
   Kiranya, sebagai pejabat publik, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, merupakan lumbung aspirasi masyarakat yang tidak akan bisa terlepas dari namanya kritik. Kritik yang tentunya untuk memperbaiki , untuk kemajuan.
   Mengapa sampai harus seemosi itu? Bukankah menerima aspirasi masyarakat adalah salah satu alasan mereka duduk di istana megah itu?

2. Mengundang Mahasiswa, dalam hal ini KUMALA yang melakukan Aksi, mengatasnamakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hanya dalam kolom komentar media sosial, untuk membuktikan apa yang disuarakan mahasiswa dalam redaksi "Tuduhan" yang ditujukan kepada DPRD. Halo, Pak Dewan? Anda Sehat? Kalau memang mau secara instansi, lakukanlah dengan terhormat. Di sisi lain, mengapa harus sedemikian rendahnya mengundang mahasiswa mengatasnamakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah hanya dengan komentar di media sosial? Lalu, apa harus sampai sedemikian rendahnya pula attitude seorang ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang emosi? Sekali lagi, menyampaikan pendapat merupakan hak yang sekaligus kewajiban seorang warga negara. Dan seorang Wakil Rakyat, harusnya legowo dan bijaksana dalam menyikapinya. Jika memang apa yang disuarakan mahasiswa tidak relevan, silakan buktikan secara nyata dan bijak.
   Wakil Rakyat dan Masyarakat idealnya harus sama-sama bergandeng tangan. Apa yang disuarakan mahasiswa merupakan bagian dari bentuk" silih elingan, silih geuingkeun." Dan yang harus diingat adalah, Dewan dipilih oleh masyarakat. Masyarakat adalah pemegang daulat. Dewan adalah bawahan Rakyat, pelayan Rakyat.

3. Bentuk premanisme yang di duga dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan intimidasi terhadap massa aksi merupakan kemunduran demokrasi. Salah satu bentuk kebejatan dari demokrasi yaitu saat kritik di bungkam. Jika memang suara mahasiswa tidak sesuai antara apa yang disuarakan dan yang terjadi sebenarnya, rasanya, tidak perlu Bapak Ketua Dewan yang terhormat meresponnya dengan emosional sampai melakukan intimidasi Hal ini justru menunjukkan attitude dari pejabat publik yang kurang baik. Toh, menyampaikan pendapat sudah menjadi Hak yang sekaligus kewajiban seorang warga negara, terlebih mahasiswa, yang sudah menjadi bagian dari tanggung jawab moralnya. Saya yakin, suara mahasiswa bukan suara bayaran yang sekonyongkonyong bersuara tanpa landasan yang jelas.

Dalam hal ini saya mengecam arogansi ketua DPRD Lebak yang notabene pejabat publik, bagaimanapun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah representasi dari keluhan masyarakat Lebak. Apa motivasinya pejabat publik yang hari ini duduk di Parlemen jika kritik dari masyarakat saja dibungkam sedemikian rupa. 

Selanjutnya, saya menghimbau agar ketua DPRD Lebak meminta maaf terhadap mahasiswa dan rakyat lebak atas sikap, perilaku yang dipertontonkan seperti preman pasar. Jalankan peran dan fungsi anda sebagai wakil rakyat. Tunjukan sosok ideal DPRD yang bermoral, aspiratif dengan kepentingan rakyat , dan selalu memperjuangkan kesejahteraan masyarakat supaya dapat terwujud.

Dalam upaya mengcounter kebijakan yang tidak pro rakyat, Mahasiswa di daulat sebagai agent sosio-control, sudah selayaknya mahasiswa dengan kritisme nya mampu menjadi stabilisator bagi rakyat dan pemangku kebijakan. Jadi kita sudah lama meninggalkan cara-cara orde baru, kita hidup di zaman yang setiap orang memiliki hak untuk berpendapat.


Oleh: V-Jey (Aktifis KUMALA)
Editor: Rijwan, S.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

POST TERPOPULER

DINASTI LEBAK MENGGERUS KESUCIAN DEMOKRASI DI PILKADA 2018

Rijwan, S.Pd (Civil Society) LEBAK - Kamis 21 Juni 2018 27 Juni 2018 merupakan penentuan kemajuan di Kabupaten Lebak, saya pribadi dari...

POSTINGAN POPULER LAINNYA